Astronom Temukan Planet Berorbit Terbalik

Astronom Amerika Serikat (AS) menemukan planet yang memiliki orbit terbalik di sekitar bintang jauh. Planet ini berputar melawan arah orbit bintangnya.

“Planet ini sangat aneh. Bahkan, planet ini lebih aneh lagi mengingat lokasinya yang sangat dekat bintangnya” ungkap astrofisikawan teoritis Frederic A Rasio di Northwestern University.


http://static.inilah.com/data/berita/foto/1514892.jpg

Bagaimana bisa planet dan bintang memiliki orbit berlawanan? “Ini gila, jelas-jelas melanggar gambaran terdasar planet dan formasi bintang”.

Planet raksasa ini disebut ‘Yupiter panas’. Planet ini mengorbit dekat bintang pusatnya dan kedekatannya nampaknya terkait orbit berlawanannya. Rasio dan rekannya menggunakan simulasi komputer skala besar guna membuat model gravitasinya.

Selain itu, mereka juga mencari tahu cara planet di bintang jauh ini membuat Yupiter panas memiliki orbit yang sangat dekat dan berlawanan. “Hal ini menjadi menarik karena orbit yang terbentuk tak akan seperti itu selamanya. Orbit planet ini bisa saja berubah”.

Kami mengira tata surya merupakan hal umum di semesta. Namun, sejak hari pertama, semuanya tampak aneh di sistem planet luar tata surya, lanjutnya. “Mempelajari sistem lain ini memberi kami konteks betapa unik tata surya kita. Kita benar-benar tinggal di tempat yang khusus,” tutupnya.

Sumber :
teknologi.inilah.com

Makanan yang Terbuang di Dunia Cukup Untuk Pangan di Afrika

Berapa banyak makanan yang terbuang di dunia karena tidak bisa dikonsumsi? Jumlahnya sungguh mencengangkan, badan pangan dunia (FAO) menemukan sepertiga makanan di dunia terbuang setiap tahunnya, yang jumlahnya cukup untuk pangan di Afrika.

Food and Agriculture Organisation (FAO) PBB menemukan makanan yang terbuang percuma itu berasal dari negara-negara kaya dan berkembang.


http://images.detik.com/content/2011/05/13/763/sayuran-dalam-ts.jpg

Makanan yang gagal dikonsumsi itu adalah buah, sayuran serta makanan umbi-umbian. Makanan tersebut dibuang oleh penjual dan konsumen ke tempat sampah akibat rendahnya standar kualitas dan sudah lewat dari kadaluarsa.

Makanan yang dibuang di negara berkembang karena ada kesalahan saat proses panen yang buruk, distribusi yang buruk dan penyimpanan yang buruk. Akibatnya makanan jadi cepat rusak dan terbuang sia-sia.

Sedangkan di negara maju, makanan yang dibuang itu karena konsumen sering membeli dalam jumlah yang banyak atau melebihi kebutuhan. Penjual dan konsumen juga akan langsung membuang makanan yang kemasannya rusak walau cuma sedikit saja.

Jika kemasannya rusak sedikit atau tidak sesuai standar, konsumen atau penjual di negara maju akan langsung membuangnya.

Peneliti dari Swedish Institute for Food and Biotechnology (SIK) for Save Food! melakukan studi dengan menghasilkan beberapa penemuan penting, seperti dikutip dari FAO.org :


  1. Negara maju dan berkembang kira-kira membuang makanan dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 670 dan 630 juta ton.
  2. Setiap tahun, sampah makanan dari negara-negara kaya sebanyak 222 juta ton, jumlah ini mirip dengan produksi pangan di negara Afrika sub-Sahara yaitu sebesar 230 juta ton.
  3. Jenis makanan yang paling sering terbuang adalah buah, sayuran serta makanan umbi-umbian.
  4. Jumlah makanan yang hilang atau terbuang setiap tahunnya setara dengan lebih dari setengah hasil panen sereal di dunia (2,3 miliar ton di tahun 2009/2010).

Limbah makanan oleh konsumen di negara Eropa dan Amerika Utara sekitar 95-115 kg per tahun, sedangkan di negara Afrika sub-Sahara, Asia Selatan dan Tenggara sekitar 6-11 kg per tahun.

Diketahui jumlah produksi pangan per kapita untuk masyarakat di negara kaya sekitar 900 kg per tahun, jumlah ini hampir dua kali lipat dibanding produksi di negara miskin yaitu sekitar 460 kg per tahun.

Solusi yang diberikan oleh peneliti adalah mengurangi ketergantungan pada pengecer sehingga bisa membantu mengurangi sisa makanan yang terbuang serta menyarankan untuk menjual produk pertanian langsung ke konsumen.

Sedangkan untuk negara berkembang kuncinya terletak pada memperkuat rantai suplai makanan, mendorong investasi di bidang infrastruktur dan transportasi serta meningkatkan perhatian terhadap proses pengolahan, penyimpanan dan kemasan.

Konsumen juga diminta mengubah pola berbelanjanya agar tidak membeli makanan melebihi kebutuhannya sehingga tidak membuang makanan tersebut akibat melewati batas kadaluarsanya.
 
Sumber : 

Kerja Obat Lebih Efektif Jika Ditelan Dengan Gula

Ada sebagian orang yang memerlukan gula untuk membantu menelan obat yang pahit. Dan peneliti menemukan bahwa gula tidak hanya membantu menelan obat, tetapi juga membuat kerja obat seperti antibiotik jadi lebih efektif.


http://media.vivanews.com/thumbs2/2009/02/23/66142_anak_minum_obat_300_225.jpg

Peneliti menemukan bahwa antibiotik yang diminum bersamaan dengan sesendok gula secara dramatis dapat meningkatkan efektivitas terhadap infeksi yang membandel seperti tuberkulosis (TBC).

Uji laboratorium menunjukkan bahwa glukosa dan fruktosa (sejenis gula yang ditemukan dalam tanaman) dapat merangsang kuman dan membuatnya lebih ampuh terhadap obat.

"Kalau istilah lama 'sesendok gula membuat obat lebih mudah turun (lebih mudah ditelan) maka istilah baru 'sesendok gula membuat obat bekerja'," jelas Profesor James Collins, dari Boston University, seperti dilansir Telegraph.

Menurut Prof Collins, infeksi kronis dan berulang sering terjadi ketika bakteri mematikan dan menjadi metabolik aktif. Selama beberapa minggu atau bulan, bakteri akan kembali hidup, menjadi lebih kuat dan lebih agresif dari sebelumnya, sehingga membuat penyakit pasien kambuh.

Kuman yang persisten (berulang) berbeda dengan kuman yang mengembangkan resistensi (kebal) antibiotik yang melalui mutasi genetik, tetapi kuman persisten dapat menimbulkan banyak masalah.

Dan para ilmuwan melihat cara baru untuk menanggulangi bakteri yang gigih bangkit dari hibernasi dengan menggunakan senjata sederhana, yaitu gula.

Ilmuwan menemukan bahwa gula bertindak sebagai stimulan yang aktif terhadap tanggapan normal bakteri dan membuat bakteri mudah diserang dengan antibiotik.

Studi kemudian dilakukan dengan menguji bakteri Escherichia coli (E. Coli), yang merupakan penyebab umum dari infeksi saluran kencing.

Hasilnya, peneliti mampu menghilangkan 99,9 persen persister (bakteri persisten) hanya dalam dua jam. Tanpa gula, obat-obatan yang digunakan tidak berpengaruh.

Hasil studi yang dilaporkan dalam jurnal Nature ini juga menunjukkan pendekatan yang sama efektifnya terhadap bakteri persisten Staphylococcus aureus, yang dapat menghasilkan infeksi yang serius.

"Tujuan kami adalah untuk meningkatkan efektivitas antibiotik yang ada, daripada menciptakan yang baru, yang harus menempuh proses panjang dan mahal," kata Kyle Allison, rekan Prof Collins dari Boston University yang merupakan penulis pertama studi tersebut.

Sumber :
health.detik.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...